Laman

27.


Kaisar Han Ming-ti adalah seorang yang lurus hati dan baik budi. Ia merupakan administrator yang cakap dan pemimpin yang adil. Ia pekerja keras dan menghendaki semua bawahannya menjaga integritas dalam bekerja. Masa pemerintahannya dinamainya Era Yung-p’ing 永平 (‘Kedamaian Abadi’), dan merupakan masa keemasan Dinasti Han pasca pemindahan ibukota ke Luoyang.

Sebagai anak kedua Kaisar Han Kuang-wu-ti 漢光武帝, ia terlahir dengan nama Liu Yang 劉陽. Ia menjadi putra mahkota menggantikan kakak tirinya, Liu Chiang 劉疆, yang menolak posisi tersebut. Namanya kemudian diganti menjadi Liu Chuang 劉莊.

Ia naik takhta pada tahun 57 setelah Kuang-wu-ti mangkat. Walaupun telah menjadi kaisar, ia selalu menjaga kerukunan antarsaudara lain ibu. Namun, iri hati tetap saja muncul di antara sebagian adik-adik tirinya. Salah satu peristiwa yang terkenal adalah rencana makar Pangeran Liu Ying 劉英.

Liu Ying adalah satu-satunya anak Kuang-wu-ti yang bukan dilahirkan oleh ratu-ratunya. Ibunya, yang bermarga Hsü 許氏, hanya seorang selir rendah. Sebetulnya ia merupakan adik yang paling karib dengan Han Ming-ti. Pada tahun 41 ia diangkat menjadi raja muda (wang 王) dan memimpin negara bagian Ch’u 楚. (Feodalisme, yang dihapuskan oleh Kaisar Ch’in Shih Huang, dihidupkan kembali di masa Han.)

Sejak muda Liu Ying tertarik mempelajari Taoisme Huang-Lao dan Buddhisme. Seperti kebanyakan orang di zaman Han, ia tidak membedakan keduanya dan menganggapnya sama saja. Ia menekuni puasa Buddhis 浮屠齋戒 dan melakukan persembahyangan Taois 祭祀. Namun, niatan sesungguhnya tidak benar-benar tulus. Liu Ying semata-mata hanya ingin mencari kesaktian agar dapat hidup abadi.

Pada tahun ke-8 era Yung-p’ing (65 M), yakni sebelum kedatangan Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa, aktivitas pemberontakannya mulai dicurigai. Ia memohon pengampunan agar terhindar dari hukuman mati. Untuk menebus kesalahan, dikirimkannya bergulung-gulung kain sutra kuning dan putih kepada sidang istana. Setelah beberapa lama, permohonan maafnya diterima. Menurut Buku Dinasti Han Belakang (Hou-han Shu 《後漢書》), bagian “Biografi Sepuluh Raja Muda dari Kaisar Kuang-wu” 光武十王列傳, Kaisar Han Ming-ti menurunkan titah:

楚王誦黃老之微言,尚浮屠之仁祠,潔齋三月,與神為誓。何嫌何疑,當有悔吝?其還贖,以助伊蒲塞、桑門之盛饌。」
“Raja Muda Ch’u melafalkan sabda-sabda yang halus dari Huang-lao. Ia bahkan mengagungkan prinsip cinta-kasih Buddha dalam peribadatan. Ia telah berpuasa dengan murni tiga bulan dan membuat komitmen di hadapan dewa. Mengapa kita masih ragu akan penyesalannya? Biarlah tebusannya dikembalikan dan didermakan untuk menyokong kesejahteraan para i-p’u-sai (upāsaka) dan sang-mên (śramaṇa).”




Sayangnya penyesalan Liu Ying penuh kepura-puraan. Pada tahun ke-13 era Yung-p’ing (70 M) ia dijumpai menggunakan ilmu hitam, dan tulisan yang berisi rencana untuk melakukan makar beserta orang-orang yang terlibat di dalamnya ditemukan. Akan tetapi, lagi-lagi Kaisar Han Ming-ti mengampuninya dari hukuman mati. Liu Ying hanya dicabut statusnya sebagai raja muda dan dihukum buang. Tahun berikutnya ia bunuh diri karena putus asa.

Namun, permasalahan tidak selesai sampai di situ. Menghukum buang Liu Ying hanya kebijaksanaan dari Han Ming-ti. Selanjutnya, ia tetap melakukan penyelidikan atas daftar nama orang-orang yang disebut dalam tulisan Liu Ying. Mereka yang telah melakukan konspirasi diinterogasi dan disiksa. Akibatnya, mereka menyebutkan lagi nama-nama lain yang mereka tuduh ikut berkonspirasi. Seringkali hal itu tidak benar dan menyebabkan orang-orang yang sebenarnya tidak tahu-menahu juga ditangkap dan diinterogasi. Ratusan hingga ribuan orang yang tak bersalah mati selama interogasi atau penyiksaan. Peristiwa kelam ini untungnya berhasil diredam berkat intervensi Permaisuri Ming-tê 明德皇后, dan penyelidikan lebih lanjut pun dihentikan.