Laman

22.


Sementara Vihāra Kuda Putih dibangun, di musim semi tahun kedua Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa berziarah ke Gunung Pañcaśīrṣa seperti yang telah lama mereka rencanakan. Pañcaśīrṣa, yang diterjemahkan ke bahasa Tionghoa sebagai Wu-t’ai 五台 atau Wu-ting 五頂, berarti ‘Lima Puncak’. Gunung yang menjadi bodhimaṇḍa tempat Manjuśrī melungguh ini telah dikenal di India lewat petikan teks-teks Buddhis. Ratnagarbha-dhāraṇī Sūtra 《寶藏陀羅尼經》 (T. vol. 20, № 1185), misalnya, menyatakan:

爾時,世尊復告金剛密跡主菩薩言:「我滅度後,於此贍部洲東北方,有國名大振那。其國中間,有山號曰五頂。文殊師利童子遊行居住,為諸眾生,於中說法。及有無量諸天、龍神、夜叉、羅剎、緊那羅、摩睺羅伽、人非人等,圍遶供養恭敬。」
Pada saat itu, Bhagavan bersabda kepada Bodhisattva Vajrapāṇi, sang penguasa misteri (guhyādhipāti): “Setelah Aku parinirvāṇa, di sebelah timur laut dari Jambudvīpa ini adalah sebuah negeri yang bernama Mahācīna. Di negeri tersebut terdapat gunung yang disebut Pañcaśīrṣa. Mañjuśrī Kumārabhūta akan berkelana dan menetap di sana, membabarkan Dharma demi semua makhluk. Juga terdapatlah dewa, naga, yakṣa, rākṣasa, kinnara, mahoraga, manusia dan bukan-manusia yang tidak terbilang, yang akan mengelilingi, memuja, dan menghormati-Nya.”

Dipadati oleh peziarah Buddhis Tionghoa, Tibet, maupun Mongol kini, Gunung Pañcaśīrṣa (Tib. Riwo tsenga རི་བོ་རྩེ་ལྔ) juga dikenal dengan sebutan Gunung Jernih dan Sejuk (Cn. Ch’ing-liang shan 清涼山; Tib. Riwo dangsil རི་བོ་དྭངས་བསིལ). Sebutan ini berasal dari Sūtra tentang Tempat Kediaman Para Bodhisattva 〈菩薩住處品〉 yang merupakan kitab ke-27 dalam Avataṃsaka LX (T. vol. 9, № 278 hlm. 590a):

東北方有菩薩住處,名清涼山。過去諸菩薩常於中住。彼現有菩薩,名文殊師利,有一萬菩薩眷屬,常為說法。
Di timur laut terdapatlah tempat kediaman (pīṭha) bodhisattva yang disebut Gunung Jernih dan Sejuk. Para bodhisattva di masa lampau kerap bersemayam di tengahnya. Dan di sana kini adalah seorang Bodhisattva bernama Manjuśrī, yang memiliki 10.000 bodhisattva sebagai pengikut, senantiasa membabarkan Dharma.




Dalam kitab legenda Sanskerta, Svayambhu Purāṇa, bangsa Nepal juga percaya bahwa Mañjuśrī tinggal di Gunung Pañcaśīrṣa di negeri Mahācīna. Mañjuśrī mendengar bahwa Ādibuddha menampakkan diri dalam wujud lidah api yang menyala di atas sekuntum teratai di Danau Kālīhrada. Untuk menyembah-Nya, maka ia pergi ke sana bersama Raja Dharmākara dan pengikut-pengikutnya. Mañjuśrī hendak mendirikan sebuah caitya bagi Ādibuddha. Jadi, ia pergi ke sisi selatan danau dan, dengan pedangnya, membelah bukit untuk membuka celah. Air danau pun surut, mengalir dari celah tersebut sebagai Sungai Bāghmatī. Dari bekas Danau Kālīhrada yang mengering, terciptalah Lembah Kathmandu. Caitya yang didirikan Manjuśrī bagi Ādibuddha di kemudian hari dikenal sebagai Svayambhunātha Stūpa. Manjuśrī sendiri kemudian kembali ke Gunung Pañcaśīrṣa setelah menyelesaikan segala pekerjaannya, sedangkan Raja Dharmākara dan pengikut-pengikutnya menetap di Lembah Kathmandu dan menjadi nenek-moyang bangsa Nepal sekarang.