Laman

21.


Jika selama ini Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa diakomodasi di wisma Direktorat Hubungan Asing (Hung-lu szŭ 鴻臚寺), maka selanjutnya Kaisar Han Ming-ti segera membangun wisma baru di luar gerbang barat Yung-men 西雍門 di Luoyang, untuk menunjang aktivitas mereka. Wisma ini diberi nama Vihāra Kuda Putih (Pai-ma szŭ 白馬寺). Penamaan ini didasarkan pada kuda putih yang digunakan untuk mengangkut pusaka-pusaka Dharma yang mereka bawa dari Barat.

Istilah szŭ 寺, seperti pada nama “Pai-ma szŭ”, semula digunakan untuk menyebut sebuah kantor direktorat, seperti: Direktorat Hubungan Asing (Hung-lu szŭ 鴻臚寺) yang mengakomodasi diplomat-diplomat dari luar negeri, Direkorat Ritus (T’ai-ch’ang szŭ 太常寺) yang menyelenggarakan persembahyangan kekaisaran, dll. Berawal dari saat itu, istilah szŭ akhirnya digunakan untuk menyebut vihāra-vihāra Buddhis.

Pai-ma szŭ di Luoyang menjadi kompleks vihāra tertua di Tiongkok yang masih berdiri sampai sekarang. Bangunan-bangunan di dalamnya telah mengalami rekonstruksi berulang-kali. Yang paling tua berasal dari zaman Sung (960–1279) — misalnya dua patung kuda putih yang mengapit gerbang masuknya. Vihāra ini menjadi pusat penting pengembangan agama Buddha mula-mula di Tiongkok. Akan tetapi, ini bukanlah satu-satunya tempat yang menggunakan nama “Pai-ma szŭ”. Ada banyak vihāra kuno di Tiongkok yang menggunakan nama yang sama, misalnya di Chien-yeh 建業 (ibukota Dinasti Tsin Timur 東晉), di Hsiang-yang 襄陽 yang menjadi tempat tinggal bhikṣu terkenal Tao-an 道安, dll.




Legenda mengatakan bahwa di luar negeri terdapat seorang raja yang menganiaya Buddhisme dan menghancurkan tempat-tempat suci. Hanya sebuah caturdiśa-vihāra 招提寺 (yakni, vihāra yang terbuka bagi saṅgha dari keempat penjuru) yang belum dihancurkan total. Setiap malam terdengarlah ringkikan pilu seekor kuda putih yang berpradakṣiṇa mengelilingi stūpa di tengah reruntuhannya. Hal ini diberitahukan kepada Raja. Maka sejak saat itu Raja pun menghentikan penghancuran situs-situs Buddhis. Caturdiśa-vihāra tadi akhirnya dibangun kembali dan dinamai Vihāra Kuda Putih. Mulai dari situlah di mana-mana berkembang kebiasaan menamakan “Kuda Putih” untuk vihāra.