Laman

24.


Keadaan Wu-t’ai shan sebelum dan pada zaman Dinasti Han tidaklah seramai sekarang, bahkan namanya jarang disebut-sebut. Terselubung hutan lebat, semula tidak ada jalan untuk menembusnya. Kadang-kadang harimau, macan tutul, atau hewan buas lain menampakkan diri di sana.

Gunung ini awalnya dikenal sebagai Gunung Tzŭ-fu 紫府山 (‘Gunung Griya Ungu’) di kalangan Taois. Mulai zaman Han beberapa praktisi Taoisme bertopi kuning memang sudah berdiam di kakinya. Setiap malam purnama, di puncak-puncaknya selalu muncul cahaya aneh yang berkelap-kelip. Orang-orang mengira bahwa para resi pasti sedang berhimpun pada saat itu. Oleh karena itulah, gunung ini dinamakan Kediaman Ungu — ungu merujuk pada warna jubah kebesaran resi Taois.

Kadang-kadang di sana terlihat seorang diri resi muda yang rambutnya berkundai lima dan berkalungkan hiasan tiga buah bandul. Di waktu lain nampak dari kejauhan sekelompok anak-anak bermain kejar-kejaran. Apabila didekati, bahkan jejak mereka pun tidak kelihatan. Atau kadang-kadang ada yang berhasil mengejar, namun mereka dengan cepat melarikan diri ke rerimbunan hutan dan tidak ditemukan lagi.




Saat mulai banyak orang yang tinggal di Wu-t’ai shan, resi berkundai lima itu semakin jarang menampakkan diri. Kaum Taois biasa menyebutnya Resi Berjubah Polos (Su-i hsien 素衣仙). Sejak kedatangan Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa, resi itu tidak pernah terlihat lagi. Orang-orang juga baru mengerti bahwa sesungguhnya ialah Mañjuśrī Kumārabhūta setelah mereka menjelaskannya.