Laman

25.


Sekembalinya mereka ke Luoyang, Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa menceritakan kepada Kaisar Han Ming-ti pengalaman selama di Gunung Pañcaśīrṣa. Mereka juga memohon izin untuk pertapaan yang mereka dirikan dekat stūpa. Kaisar bukan hanya menyetujui, tetapi juga bersedia mendanai pembangunannya menjadi sebuah kompleks vihāra. Inilah vihāra kedua yang dibangun di zaman Han atas sponsor kekaisaran.

Jika sebelumnya pertapaan ini hanya dinamakan Pertapaan Gṛdhrakūṭa (Ling-chiu szŭ 靈鷲寺), Kaisar lalu menambahkan dua huruf ta-fu 大孚 (‘keimanan besar’) di depannya sehingga namanya menjadi Ta-fu ling-chiu szŭ. Hal ini menunjukkan dedikasi Han Ming-ti bagi agama Buddha.




Ta-fu ling-chiu szŭ telah beberapa kali berganti nama. Pada zaman Dinasti-Dinasti Utara dan Selatan 南北朝 sekitar 200-an vihāra Buddhis telah berdiri di Wu-t’ai shan dan, di bawah Dinasti Wei Utara 北魏 (386–534), Ta-fu ling-chiu szŭ kini dinamai Hua-yüan szŭ 花園寺 (‘Vihāra Taman Bunga’). Namun, masyarakat secara populer lebih suka memanggilnya Vihāra Stūpa Buddha Agung 大浮圖寺.

Pada zaman T’ang, Kaisar T’ai-tsung 唐太宗 melakukan pemugaran dan mengganti namanya menjadi Vihāra Mahā-Avataṃsaka 大華嚴寺.




Mulai zaman Ming dan seterusnya vihāra ini disebut Hsien-t’ung szŭ 顯通寺 atau Ta hsien-t’ung szŭ 大顯通寺, atau lengkapnya Ta-chi-hsiang hsien-t’ung szŭ 大吉祥顯通寺. (Hsien-t’ung berarti ‘penembusan spiritual yang manifes’.) Bangunan-bangunan bertingkat dalam kompleks vihāra ini didirikan tanpa menggunakan balok-balok belandar penyangga atap dan hanya mengandalkan kekuatan tembok-temboknya — menunjukkan kemajuan teknologi pembuatan bata di awal zaman Ming.

Balai Tembaga 銅殿 yang didirikan pada tahun ke-37 era Wanli 萬曆 (1609) memiliki tinggi sekitar 8,3 m dan dikelilingi pagoda-pagoda. Gedung ini dibangun menghabiskan 50 ton tembaga, dan di dalamnya terdapat patung Mañjuśrī yang duduk di atas singa. Dinding-dindingnya dihiasi dengan dekorasi 10.000 miniatur Buddha dari tembaga.