Laman

20.


Dalam beberapa bulan Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa mulai menguasai bahasa Tionghoa. Mereka menerjemahkan sebuah teks yang di kemudian hari dikenal sebagai Szŭ-shih-êrh chang ching 《四十二章經》 (‘Sūtra Empat Puluh Dua Fasal’). Teks ini mendapat tempat penting dalam Buddhisme Tiongkok karena merupakan teks terjemahan tertua yang masih lestari. (Kita tidak tahu judul ataupun isi teks-teks Buddhis yang — barangkali ada — diterjemahkan ke bahasa Tionghoa, yang lebih tua.)

Szŭ-shih-êrh chang ching secara ketat bukanlah benar-benar sebuah sūtra, tetapi lebih berupa antologi dari berbagai sumber (kebanyakan dari āgama-āgama). Dalam katalog-katalog lama teks ini hanya disebut sebagai Fo-ching szŭ-shih-êrh chang 佛經四十二章 (‘kutipan sūtra-sūtra Buddhis dalam 42 fasal’).

Kita juga tidak tahu apakah antologi ini disusun oleh Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa di Cina dengan merangkumkan teks-teks Dharma yang mereka bawa; ataukah memang telah tersusun di luar Tiongkok dalam suatu bahasa asing, lalu dibawa dan diterjemahkan oleh mereka berdua. Hal yang terakhir ini mungkin sebab katalog-katalog lama menyebutkan terdapatnya terjemahan lain dari Szŭ-shih-êrh chang ching oleh Chih Ch’ien 支謙 di abad ke-2 M. Terjemahan Chih Ch’ien ini sayangnya telah punah.

Selain itu, terdapat perbedaan mencolok antara Szŭ-shih-êrh chang ching yang termuat di Tripiṭaka Tionghoa dengan versi-versi yang beredar umum saat ini. Kemungkinan besar telah terjadi harmonisasi di mana terjemahan Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa yang arkaik direvisi dengan memanfaatkan bacaan-bacaan dari terjemahan Chih Ch’ien. Revisi-revisi dilakukan oleh banyak tangan secara individual di berbagai daerah sehingga menghasilkan berbagai versi Szŭ-shih-êrh chang ching kini (yang masih menyandangkan nama Kāśyapa Mātaṅga dan Gobharaṇa sebagai penerjemahnya). Versi yang termuat di Tripiṭaka tampaknya paling sedikit mengalami revisi, sedangkan berbagai versi yang beredar umum telah mengalami lebih banyak revisi dengan derajat berbeda-beda. Sementara itu, Szŭ-shih-êrh chang ching yang menyandang nama Chih Ch’ien sebagai penerjemah justru punah.