Sebelah selatan dari Transoksiana adalah daerah Baktria (Skt. Bāhlika). Sewaktu Chang Ch’ien tiba di sana, kekuasaan bangsa Yunani sudah semakin melemah. Chang Ch’ien menjumpai tongkat bambu berkualitas unggul serta kain dari Shu 蜀 (nama lain Provinsi Szŭ-ch’uan 四川) diperdagangkan di Baktria. Maka ditanyakannya dari mana orang-orang Baktria memperolehnya. Mereka memberitahu bahwa komoditas itu pun mereka impor dari Negeri Sindhu (Shên-tu 身毒), yakni daerah Pakistan. Mereka juga menceritakan lebih jauh serba-serbi Negeri Sindhu.
Ekspedisi Chang Ch’ien berakhir di sini. Ia pulang kembali ke Cina melalui Cekungan Tarim dan kembali ditawan oleh suku Hsiung-nu. Dan lagi-lagi keberuntungan masih menyertainya sehingga ia berhasil melarikan diri sewaktu pemimpin Hsiung-nu meninggal. Pada tahun 125 SM (menurut sumber-sumber Buddhis: pada tahun pertama era Yüan-shou 元狩 [= 122 SM]) ia mencapai Ibukota Ch’ang-an 長安.
Chang Ch’ien mendeskripsikan kepada Kaisar Han Wu-ti keadaan negeri-negeri Asia Tengah yang dikunjunginya. Diceritakannya bagaimana bangsa Tokhari saat itu lebih suka hidup damai saja dan menetap di Transoksiana. Tidak lupa ia juga melaporkan tentang Negeri Sindhu sebagaimana diceritakan oleh orang-orang Baktria: bahwa negeri itu ternyata lebih dekat dicapai dari Provinsi Szŭ-ch’uan di barat daya Cina; penduduknya menunggangi gajah sebagai alat transportasi; mereka banyak yang beragama Buddha dan hukuman mati dihapuskan di sana. — Inilah pertama kalinya agama Buddha disebut-sebut dalam catatan sejarah Cina setelah Ch’in Shih Huang.
Pada tahun 121 SM akhirnya Kaisar Han Wu-ti memutuskan untuk menghabisi suku-suku Hsiung-nu di perbatasan barat. Berkat kepiawaian Jenderal Huo Ch’ü-ping 霍去病 dan Wei Ch’ing 衛青, pasukan Han dapat membebaskan Koridor Ho-hsi 河西, leher sempit di Provinsi Kansu. Mereka kemudian berhasil mengambil-alih penguasaan atas Cekungan Tarim dan membuka jalur perdagangan ke barat.
Ekspedisi Chang Ch’ien berakhir di sini. Ia pulang kembali ke Cina melalui Cekungan Tarim dan kembali ditawan oleh suku Hsiung-nu. Dan lagi-lagi keberuntungan masih menyertainya sehingga ia berhasil melarikan diri sewaktu pemimpin Hsiung-nu meninggal. Pada tahun 125 SM (menurut sumber-sumber Buddhis: pada tahun pertama era Yüan-shou 元狩 [= 122 SM]) ia mencapai Ibukota Ch’ang-an 長安.
Chang Ch’ien mendeskripsikan kepada Kaisar Han Wu-ti keadaan negeri-negeri Asia Tengah yang dikunjunginya. Diceritakannya bagaimana bangsa Tokhari saat itu lebih suka hidup damai saja dan menetap di Transoksiana. Tidak lupa ia juga melaporkan tentang Negeri Sindhu sebagaimana diceritakan oleh orang-orang Baktria: bahwa negeri itu ternyata lebih dekat dicapai dari Provinsi Szŭ-ch’uan di barat daya Cina; penduduknya menunggangi gajah sebagai alat transportasi; mereka banyak yang beragama Buddha dan hukuman mati dihapuskan di sana. — Inilah pertama kalinya agama Buddha disebut-sebut dalam catatan sejarah Cina setelah Ch’in Shih Huang.
Pada tahun 121 SM akhirnya Kaisar Han Wu-ti memutuskan untuk menghabisi suku-suku Hsiung-nu di perbatasan barat. Berkat kepiawaian Jenderal Huo Ch’ü-ping 霍去病 dan Wei Ch’ing 衛青, pasukan Han dapat membebaskan Koridor Ho-hsi 河西, leher sempit di Provinsi Kansu. Mereka kemudian berhasil mengambil-alih penguasaan atas Cekungan Tarim dan membuka jalur perdagangan ke barat.