Setelah ia menjadi kaisar, Ch’in Shih Huang semakin menunjukkan tiraninya. Atas saran dari Penasihat Li Szŭ 李斯, pada tahun ke-34 setelah ia naik takhta (213 SM) terjadilah peristiwa terkenal pembakaran kitab-kitab. Selain kitab-kitab teknik dan pengobatan yang lolos sensur, maka kitab-kitab sejarah dan puisi kuno serta tulisan-tulisan filsafat yang beredar di masyarakat disita dan dibakar.
Kitab-kitab sejarah dan puisi dibakar agar rakyat tidak memiliki ingatan tentang pemimpin-pemimpin yang adil di masa lalu dan terpancing untuk menggulingkan pemerintahan Ch’in. Demikian pula tulisan-tulisan filsafat dari berbagai aliran pemikiran dibakar untuk mencegah berkembangnya paham subversif. Ch’in Shih Huang bahkan bertindak lebih jauh dengan menangkap dan mengubur hidup-hidup para sarjana beberapa tahun berikutnya.
Selain legenda Y.A. Śrīvant yang beredar belakangan, tidaklah banyak yang dapat kita ketahui tentang perkembangan agama Buddha di zaman Dinasti Ch’in. Sebagai sebuah filsafat asing, Buddhisme pasti juga tidak luput dari pemberangusan. Kalaupun ada tulisan-tulisan yang membahas ajaran Buddha, mungkin tulisan-tulisan itu pun telah disita dan dibakar.
Kitab-kitab sejarah dan puisi dibakar agar rakyat tidak memiliki ingatan tentang pemimpin-pemimpin yang adil di masa lalu dan terpancing untuk menggulingkan pemerintahan Ch’in. Demikian pula tulisan-tulisan filsafat dari berbagai aliran pemikiran dibakar untuk mencegah berkembangnya paham subversif. Ch’in Shih Huang bahkan bertindak lebih jauh dengan menangkap dan mengubur hidup-hidup para sarjana beberapa tahun berikutnya.
Selain legenda Y.A. Śrīvant yang beredar belakangan, tidaklah banyak yang dapat kita ketahui tentang perkembangan agama Buddha di zaman Dinasti Ch’in. Sebagai sebuah filsafat asing, Buddhisme pasti juga tidak luput dari pemberangusan. Kalaupun ada tulisan-tulisan yang membahas ajaran Buddha, mungkin tulisan-tulisan itu pun telah disita dan dibakar.